ARJUNA
Arjuna (Dewanagari: अर्जुन; IAST: Arjuna)
adalah nama seorang tokoh protagonis dalam wiracarita Mahabharata. Ia
dikenal sebagai anggota Pandawa yang berparas menawan dan berhati lemah lembut.
Dalam Mahabharata diriwayatkan bahwa ia merupakan putra Prabu Pandu,
raja di Hastinapura dengan Kunti atau Perta, putri Prabu Surasena, raja Wangsa
Yadawa di Mathura. Mahabharata mendeskripsikan Arjuna sebagai teman
dekat Kresna, yang disebut dalam kitab Purana sebagai awatara
(penjelmaan) Dewa Wisnu. Hubungan antara Arjuna dan Kresna sangat erat,
sehingga Arjuna meminta kesediaannya sebagai penasihat sekaligus kusir kereta
Arjuna saat perang antara Pandawa dan Korawa berkecamuk (Bharatayuddha).
Dialog antara Kresna dan Arjuna sebelum perang Bharatayuddha berlangsung
terangkum dalam suatu kitab tersendiri yang disebut Bhagawadgita, yang
secara garis besar berisi wejangan suci yang disampaikan oleh Kresna karena
Arjuna mengalami keragu-raguan untuk menunaikan kewajibannya sebagai seorang
kesatria di medan perang.
Dalam bahasa
Sanskerta, secara harfiah kata Arjuna berarti "bersinar
terang", "putih" , "bersih". Dilihat dari maknanya,
kata Arjuna bisa berarti "jujur di dalam wajah dan pikiran".
Saat Arjuna menjalani masa penyamaran (tercatat dalam kitab Wirataparwa),
ia berperan sebagai pelatih tari di keraton Raja Wirata, dan bersedia menjadi
kusir kereta Pangeran Utara saat terjadi invasi Kerajaan Kuru. Untuk meyakinkan
sang pangeran bahwa ia adalah Arjuna putra Pandu yang sedang menyamar, maka
Arjuna membeberkan sepuluh namanya:
- Arjuna (अर्जुन Arjuna): yang tak ternoda dan bersinar keperakan.
- Palguna (फल्गुन Phalguna): yang lahir ketika bintang Uttarā Phālgunī berada di zenith.
- Jisnu (जिष्णु Jiṣṇu): yang hebat ketika marah.
- Kiriti (किरीटिं Kirīṭin): yang bermahkota indah (kiriti) pemberian Dewa Indra.
- Swetawahana (श्वेतवाहन Śvetavāhana): yang memiliki wahana berwarna putih.
- Bibatsu (बिभत्सुः Bibhatsuḥ): yang tidak pernah bertarung secara curang.
- Wijaya (विजय Vijaya): yang berjaya, merujuk kepada prestasi Arjuna yang selalu memenangkan pertempuran yang dihadapinya.
- Parta (पार्थ Pārtha): matronim dari Perta, secara harfiah berarti "anak Perta" (nama lain Kunti).
- Sawyasaci (सव्यसाचिं Savyasācin): yang bisa menggunakan kedua tangannya untuk menembakkan anah panah.
- Dananjaya (धनंजय Dhanaṅjaya): yang mahir menguasai busur panah (dhanu).
Di samping
nama lain Arjuna yang disebutkan dalam Wirataparwa, ada sejumlah nama
lain yang ditemui dalam kitab Bhagawadgita yang merupakan bagian dari Bhismaparwa.
Beberapa nama lain yang dapat ditemui yaitu sebagai berikut:
- Anaga (अनघ Anagha): yang tak tercela.
- Barata (भारत Bhārata): keturunan Bhārata.
- Baratasresta (भारतश्रेष्ठ Bhārataśreṣṭha): keturunan Bharata yang terbaik.
- Baratasatama (भारतसत्तम Bhāratasattama): keturunan Bharata yang utama.
- Baratasaba (भारतशभा Bhārataśabhā): keturunan Bharata yang mulia.
- Gandiwi (गन्दीवि Gandīvi): pemilik Gandiwa (busur panah sakti).
- Gudakesa (गुदकेश Gudakeśa): penakluk rasa kantuk.
- Kapidwaja (कपिध्वज Kapidhwaja): yang memakai panji berlambang monyet.
- Kurunandana (कुरुनन्दन Kurunandana): putra kesayangan wangsa Kuru.
- Kuruprawira (कुरुप्रविर Kurupravīra): perwira wangsa Kuru.
- Kurusatama (कुरुसत्तम Kurusattama): keturunan wangsa Kuru yang utama.
- Kurusresta (कुरुश्रेष्ठ Kuruśreṣṭha): keturunan wangsa Kuru yang terbaik.
- Mahabahu (महाबाहु Mahābāhu): yang berlengan perkasa.
- Parantapa (परंतप Paraṃtapa): penakluk musuh.
- Purusaresaba (पुरुषऋषभा Puruṣaṛṣabhā): yang terbaik di antara manusia.
Dalam Adiparwa diceritakan bahwa Duryodana—salah satu
Korawa—menganjurkan agar Pandawa beserta ibunya (Kunti) berlibur di suatu rumah
di luar kerajaan. Sesungguhnya Duryodana telah mempersiapkan agar rumah
tersebut dapat terbakar dengan mudah, karena ia membenci para Pandawa, terutama
Bima. Widura, paman para Pandawa dan Korawa yang waspada meminta agar para
Pandawa berhati-hati dan mempersiapkan cara untuk menghadapi kemungkinan buruk
yang dapat terjadi. Saat para Pandawa menginap, Purocana, pesuruh Duryodana
membakar rumah tersebut. Para Pandawa beserta ibunya berhasil lolos melalui
terowongan yang telah digali sebelumnya. Mereka melarikan diri ke tengah hutan
dan menumpang di rumah penduduk sekitar.
Pada suatu ketika, sekelompok brahmana berkumpul di tempat para Pandawa
melarikan diri. Mereka membicarakan sebuah sayembara yang akan diadakan di
Kerajaan Panchala. Para Pandawa datang ke tempat sayembara dengan menyamar
sebagai kaum brahmana. Raja Drupada dari Panchala mengadakan sayembara untuk
mendapatkan Dropadi, putrinya. Sebuah ikan kayu diletakkan di atas kubah
balairung, dan di bawahnya terdapat kolam yang memantulkan bayangan ikan yang
berada di atas. Aturan menyebutkan bahwa siapa pun yang berhasil memanah ikan
tersebut dengan hanya melihat pantulannya di kolam, maka ia berhak mendapatkan
Dropadi.
Berbagai
kesatria mencoba melakukannya, namun tidak berhasil. Ketika Karna yang hadir
pada saat itu ikut mencoba, ia berhasil memanah ikan tersebut dengan baik.
Namun ia ditolak oleh Dropadi dengan alasan Karna lahir di kasta rendah. Arjuna
bersama saudaranya yang lain menyamar sebagai Brahmana, turut serta menghadiri
sayembara tersebut. Arjuna berhasil memanah ikan tepat sasaran dengan hanya
melihat pantulan bayangannya di kolam, dan ia berhak mendapatkan Dropadi.
Ketika para Pandawa pulang membawa Dropadi, mereka mengaku telah membawa
sedekah. Kunti—ibu para Pandawa—yang sedang sibuk, menyuruh mereka untuk
membagi rata apa yang sudah mereka dapatkan. Sesuai dengan apa yang dikatakan
oleh Kunti, maka para Pandawa bersepakat untuk membagi Dropadi sebagai istri
mereka. Mereka juga berjanji tidak akan mengganggu Dropadi ketika sedang
bermesraan di kamar bersama dengan salah satu dari Pandawa. Hukuman dari
perbuatan yang mengganggu adalah pembuangan selama satu tahun.
Pada suatu hari, ketika Pandawa sedang
memerintah kerajaannya di Indraprastha, seorang pendeta masuk ke istana dan
melapor bahwa pertapaannya diganggu oleh para raksasa. Arjuna bergegas
mengambil senjatanya, namun senjata tersebut disimpan di sebuah kamar tempat
Yudistira dan Dropadi sedang menikmati malam mereka. Demi kewajibannya, Arjuna
rela masuk kamar mengambil senjata, tanpa memedulikan Yudistira dan Dropadi
yang sedang bermesraan di kamar. Atas perbuatan tersebut, Arjuna dihukum untuk
menjalani pembuangan selama satu tahun.
Arjuna menghabiskan masa pengasingannya dengan menjelajahi penjuru
Bharatawarsha atau daratan India Kuno. Ketika sampai di sungai Gangga, Arjuna
bertemu dengan Ulupi, putri Naga Korawya dari istana naga atau Nagaloka. Arjuna
terpikat dengan kecantikan Ulupi lalu menikah dengannya. Dari hasil
perkawinannya, ia dikaruniai seorang putra yang diberi nama Irawan. Setelah
itu, ia melanjutkan perjalanannya menuju wilayah pegunungan Himalaya. Setelah
mengunjungi sungai-sungai suci yang ada di sana, ia berbelok ke selatan. Ia
sampai di sebuah negeri yang bernama Manipura. Raja negeri tersebut bernama
Citrasena. Ia memiliki seorang puteri yang sangat cantik bernama Citrānggadā.
Arjuna jatuh cinta kepada putri tersebut dan hendak menikahinya, namun
Citrasena mengajukan suatu syarat bahwa apabila putrinya tersebut melahirkan
seorang putra, maka anak putrinya tersebut harus menjadi penerus tahta Manipura
oleh karena Citrasena tidak memiliki seorang putra. Arjuna menyetujui syarat
tersebut. Dari hasil perkawinannya, Arjuna dan Citrānggadā memiliki seorang
putra yang diberi nama Babruwahana. Oleh karena Arjuna terikat dengan janjinya
terdahulu, maka ia meninggalkan Citrānggadā setelah tinggal selama beberapa
bulan di Manipura. Ia tidak mengajak istrinya pergi ke Hastinapura.
Setelah
meninggalkan Manipura, ia meneruskan perjalanannya menuju arah selatan. Dia
sampai di lautan yang mengapit Bharatawarsha di sebelah selatan, setelah itu ia
berbelok ke utara. Ia berjalan di sepanjang pantai Bharatawarsha bagian barat.
Dalam pengembaraannya, Arjuna sampai di pantai Prabasa (Prabasatirta) yang
terletak di dekat Dwaraka, yang kini dikenal sebagai Gujarat. Di sana ia
menyamar sebagai seorang pertapa untuk mendekati adik Kresna yang bernama
Subadra, tanpa diketahui oleh siapa pun. Atas perhatian dari Baladewa, Arjuna
mendapat tempat peristirahatan yang layak di taman Subadra. Meskipun rencana
untuk membiarkan dua pemuda tersebut tinggal bersama ditentang oleh Kresna,
namun Baladewa meyakinkan bahwa peristiwa buruk tidak akan terjadi. Arjuna
tinggal selama beberapa bulan di Dwaraka, dan Subadra telah melayani semua
kebutuhannya selama itu. Ketika saat yang tepat tiba, Arjuna menyatakan
perasaan cintanya kepada Subadra. Pernyataan itu disambut oleh Subadra. Dengan
kereta yang sudah disiapkan oleh Kresna, mereka pergi ke Indraprastha untuk
melangsungkan pernikahan.
Baladewa
marah setelah mendengar kabar bahwa Subadra telah kabur bersama Arjuna. Kresna
meyakinkan bahwa Subadra pergi atas kemauannya sendiri, dan Subadra sendiri
yang mengemudikan kereta menuju Indraprastha, bukan Arjuna. Kresna juga
mengingatkan Baladewa bahwa dulu ia menolak untuk membiarkan kedua pasangan
tersebut tinggal bersama, namun usulnya ditentang oleh Baladewa. Setelah
Baladewa sadar, ia membuat keputusan untuk menyelenggarakan upacara pernikahan
yang mewah bagi Arjuna dan Subadra di Indraprastha. Ia juga mengajak kaum
Yadawa untuk turut hadir di pesta pernikahan Arjuna-Subadra. Setelah pesta
pernikahan berlangsung, kaum Yadawa tinggal di Indraprastha selama beberapa
hari, lalu pulang kembali ke Dwaraka, namun Kresna tidak turut serta.
Dalam pertempuran di Kurukshetra, atau
Bharatayuddha, Arjuna bertarung dengan para kesatria dari pihak Korawa, dan tidak
jarang ia membunuh mereka, termasuk panglima besar pihak Korawa yaitu Bisma. Di
awal pertempuran, Arjuna masih dibayangi oleh kasih sayang Bisma sehingga ia
masih segan untuk membunuhnya. Hal itu membuat Kresna marah berkali-kali, dan
Arjuna berjanji bahwa kelak ia akan mengakhiri nyawa Bisma. Pada pertempuran di
hari kesepuluh, Arjuna berhasil membunuh Bisma, dan usaha tersebut dilakukan
atas bantuan dari Srikandi. Setelah Abimanyu putra Arjuna gugur pada hari
ketiga belas, Arjuna bertarung dengan Jayadrata untuk membalas dendam atas
kematian putranya. Pertarungan antara Arjuna dan Jayadrata diakhiri menjelang
senja hari, dengan bantuan dari Kresna.
Pada
pertempuran di hari ketujuh belas, Arjuna terlibat dalam duel sengit melawan
Karna. Ketika panah Karna melesat menuju kepala Arjuna, Kresna menekan kereta
Arjuna ke dalam tanah dengan kekuatan saktinya sehingga panah Karna meleset
beberapa inci dari kepala Arjuna. Saat Arjuna menyerang Karna kembali, kereta
Karna terperosok ke dalam lubang (karena sebuah kutukan). Karna turun untuk
mengangkat kembali keretanya yang terperosok. Salya, kusir keretanya, menolak
untuk membantunya. Karena mematuhi etika peperangan, Arjuna menghentikan
penyerangannya bila kereta Karna belum berhasil diangkat. Pada saat itulah
Kresna mengingatkan Arjuna atas kematian Abimanyu, yang terbunuh dalam keadaan
tanpa senjata dan tanpa kereta. Dilanda oleh pergolakan batin, Arjuna
melepaskan panah Rudra yang mematikan ke kepala Karna. Senjata itu memenggal
kepala Karna.
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Arjuna
No comments:
Post a Comment